Sebagai
anak, pernah ga kalian luangin waktu dikit aja buat merenung, tentang “Ayah”..
Ayahku Pahlawanku
Ku akui kalau aku termasuk anak yang dekat dengan Ayahku. Dari
kecil aku ditinggal Ayah merantau, sampai sekarang. Sewaktu Ayah di rumah, pasti sifat
manjaku kumat. Minta ini, itu, maunya bareng terus dsb. Ga peduli seberapa
letihnya beliau, aku tetap saja merengek padanya agar dituruti kemauanku, dan
alhasil beliau selalu menuruti permintaanku.
Dulu, aku ga pernah tau dan ga mau tau usaha apa yang dilakukan Ayahku
agar bisa memenuhi permintaanku. Ga pernah mau tau kalau Ayah kerja keras
mati-matian hanya demi aku. Ga tau apa beliau bisa tidur dengan nyenyak dan nyaman ketika berada
jauh disana. Apakah beliau makan makanan senikmat yang aku makan disini.
Kini aku tau, betapa susahnya ia bekerja keras hanya demi aku,
anaknya yang selalu menuntut dan membebaninya.Tak jarang aku memaksa beliau mengirimkan
uang untukku, untuk kebutuhanku disini yang sebenarnya dapat kutanggung sendiri
dari kiriman sebelumnya. Beliau tak pernah marah ataupun benci padaku karena
itu.Saat beliau punya uang, pasti langsung dikabulkannya permintaanku; dan
disaat beliau tidak memegang uang sepeserpun, inilah hal bodoh yang sering aku
sesali setelah melakukannya. Aku terus memaksa Ayahku mengirimkan uang untukku,
meski Ayah berbicara dengan lembut mengatakan bahwa Ayah tak punya uang dan berjanji
akan mengirimkannya beberapa hari lagi, aku tetep aja mendesak agar dikirimi
SAAT INI JUGA!
![]() |
Tak tahu Ayah dapatkan darimana uang itu, yang penting permintaanku
terpenuhi. Setelah melakukan “tindakan bodoh” itu, aku
sangat menyesal.. Aku telah banyak menyusahkan Ayahku sekaligus
mempermalukannya karena uang yang ia kirimkan adalah uang hasil pinjaman dari
temannya. Aku saja kalau disuruh meminjam gengsi berat..apalagi Ayahku? Namun ia
terpaksa melakukannya, sekali lagi demi aku.
Jika dihitung, jasa dan pengorbanannya padaku, pasti sangatlah
besar dan aku takkan mampu membalas budinya.Hal yang menambah penyesalanku
lagi, aku tak pernah mengukir sebuah prestasipun yang membuat Ayahku bangga..
Ya Allah..anak macam apa aku ini?
Ayah tak pernah memintaku mengembalikan apa yang sudah beliau beri.
Namun suatu hari, Ayah meminta sesuatu dariku, “Nduk, Ayah ingin sekali kalau
kamu belajar ilmu agama di Pesantren.” Sejak saat itu, aku masuk pesantren
menuruti kemauan Ayahku, dan aku berharap aku bisa membahagiakan Ayahku dengan
ini.
Beberapa bulan di Pesantren, aku sudah terbiasa dengan situasinya,
dan aku cepat beradaptasi dengan teman-teman. Beberapa bulan itu juga muncul
berbagai permasalahan ekonomi yang mendesakku terus menuntut Ayahku bekerja
keras. Aku hampir putus asa karena biaya hidup di Pesantren sangatlah banyak,
mulai dari bulanan, membeli kitab-kitab, makan, dan lainnya yang berbentuk
iuran. Aku tak ingin mengulang kebodohanku yang lalu. Aku juga tak ingin semakin
membebani Ayahku. Akhirnya kuputuskan untuk berbicara pada Ayahku bahwa aku
ingin berhenti mondok dan akan bekerja saja. Namun, dengan sangat bijaksana, beliau menjawab dan meyakinkanku, “Nduk, kalau kamu mengejar agama, pasti dunia
akan mengikutimu. Tapi, kalau kamu mengejar dunia, agama tidak akan
mengikutimu! Jadi kamu pilih mau mengejar agama apa dunia? Ayah cuma ingin
memberikanmu yang terbaik. Salah satunya ya dengan ini. Belajarlah ilmu agama
dengan benar, Nduk. Nantinya kamu harus mengajarkan ilmu yang telah kamu miliki
pada orang lain. Dengan itu, pahala dari Allah akan terus mengalir hingga kamu
mati nanti. Tidak hanya kamu saja yang dapat pahala, tapi Ayah juga akan kecipratan
pahalanya juga karena Ayah telah membiayaimu. Ayah tidak pernah keberatan dan merasa
dibebani jika membiayaimu sepanjang hidup Ayah asal kamu belajar ilmu agama.
Kamu yang sabar dan istiqomah, meskipun kiriman Ayah sering terlambat, Ayah akan
berusaha lebih keras lagi agar kamu tetap bisa belajar. Ingat, Nduk.. yang
dibawa mati nanti bukanlah uang atau harta, melainkan 3 perkara, salah satunya
yaitu Ilmu yang bermanfaat, ilmu yang kamu ajarkan pada satu orang lalu dari
orang yang kamu ajarkan itu akan menyebar ke banyak orang, maka pahala yang
mengalir padamu takkan pernah berhenti hingga kamu mati nanti..”
Mendengar jawaban Ayah seperti itu, dengan tak sadar aku menitikkan air
mataku.. Betapa sabarnya Ayahku terhadapku, betapa inginnya ia memberiku yang
terbaik.. Ya Allah, maafkan aku atas segala khilafku selama ini. Atas
kedzalimanku pada Ayahku yang selalu menuntut dan membebaninya.. Ya Allah,
mudahkanlah ia dalam mencari rizki-Mu, barakahkanlah rizki yang Kau beri
padanya, bantulah aku melaksanakan amanahnya, dan sempatkanlah aku
membahagiakannya sebelum engkau memisahkan kami.. Amiin

Tidak ada komentar:
Posting Komentar