Minggu, 14 Juli 2013

Ayah...

Sebagai anak, pernah ga kalian luangin waktu dikit aja buat merenung, tentang “Ayah”..
Guys, baca cerita ini yaa..


Ayahku Pahlawanku
Ku akui kalau aku termasuk anak yang dekat dengan Ayahku. Dari kecil aku ditinggal Ayah merantau, sampai sekarang. Sewaktu Ayah di rumah, pasti sifat manjaku kumat. Minta ini, itu, maunya bareng terus dsb. Ga peduli seberapa letihnya beliau, aku tetap saja merengek padanya agar dituruti kemauanku, dan alhasil beliau selalu menuruti permintaanku.
Dulu, aku ga pernah tau dan ga mau tau usaha apa yang dilakukan Ayahku agar bisa memenuhi permintaanku. Ga pernah mau tau kalau Ayah kerja keras mati-matian hanya demi aku. Ga tau apa beliau bisa  tidur dengan nyenyak dan nyaman ketika berada jauh disana. Apakah beliau makan makanan senikmat yang aku makan disini.
Kini aku tau, betapa susahnya ia bekerja keras hanya demi aku, anaknya yang selalu menuntut dan membebaninya.Tak jarang aku memaksa beliau mengirimkan uang untukku, untuk kebutuhanku disini yang sebenarnya dapat kutanggung sendiri dari kiriman sebelumnya. Beliau tak pernah marah ataupun benci padaku karena itu.Saat beliau punya uang, pasti langsung dikabulkannya permintaanku; dan disaat beliau tidak memegang uang sepeserpun, inilah hal bodoh yang sering aku sesali setelah melakukannya. Aku terus memaksa Ayahku mengirimkan uang untukku, meski Ayah berbicara dengan lembut mengatakan bahwa Ayah tak punya uang dan berjanji akan mengirimkannya beberapa hari lagi, aku tetep aja mendesak agar dikirimi SAAT INI JUGA!


Tak tahu Ayah dapatkan darimana uang itu, yang penting permintaanku terpenuhi. Setelah melakukan “tindakan bodoh” itu, aku sangat menyesal.. Aku telah banyak menyusahkan Ayahku sekaligus mempermalukannya karena uang yang ia kirimkan adalah uang hasil pinjaman dari temannya. Aku saja kalau disuruh meminjam gengsi berat..apalagi Ayahku? Namun ia terpaksa melakukannya, sekali lagi demi aku.
Jika dihitung, jasa dan pengorbanannya padaku, pasti sangatlah besar dan aku takkan mampu membalas budinya.Hal yang menambah penyesalanku lagi, aku tak pernah mengukir sebuah prestasipun yang membuat Ayahku bangga.. Ya Allah..anak macam apa aku ini?
Ayah tak pernah memintaku mengembalikan apa yang sudah beliau beri. Namun suatu hari, Ayah meminta sesuatu dariku, “Nduk, Ayah ingin sekali kalau kamu belajar ilmu agama di Pesantren.” Sejak saat itu, aku masuk pesantren menuruti kemauan Ayahku, dan aku berharap aku bisa membahagiakan Ayahku dengan ini.
Beberapa bulan di Pesantren, aku sudah terbiasa dengan situasinya, dan aku cepat beradaptasi dengan teman-teman. Beberapa bulan itu juga muncul berbagai permasalahan ekonomi yang mendesakku terus menuntut Ayahku bekerja keras. Aku hampir putus asa karena biaya hidup di Pesantren sangatlah banyak, mulai dari bulanan, membeli kitab-kitab, makan, dan lainnya yang berbentuk iuran. Aku tak ingin mengulang kebodohanku yang lalu. Aku juga tak ingin semakin membebani Ayahku. Akhirnya kuputuskan untuk berbicara pada Ayahku bahwa aku ingin berhenti mondok dan akan bekerja saja. Namun, dengan sangat bijaksana, beliau menjawab dan meyakinkanku, “Nduk, kalau kamu mengejar agama, pasti dunia akan mengikutimu. Tapi, kalau kamu mengejar dunia, agama tidak akan mengikutimu! Jadi kamu pilih mau mengejar agama apa dunia? Ayah cuma ingin memberikanmu yang terbaik. Salah satunya ya dengan ini. Belajarlah ilmu agama dengan benar, Nduk. Nantinya kamu harus mengajarkan ilmu yang telah kamu miliki pada orang lain. Dengan itu, pahala dari Allah akan terus mengalir hingga kamu mati nanti. Tidak hanya kamu saja yang dapat pahala, tapi Ayah juga akan kecipratan pahalanya juga karena Ayah telah membiayaimu. Ayah tidak pernah keberatan dan merasa dibebani jika membiayaimu sepanjang hidup Ayah asal kamu belajar ilmu agama. Kamu yang sabar dan istiqomah, meskipun kiriman Ayah sering terlambat, Ayah akan berusaha lebih keras lagi agar kamu tetap bisa belajar. Ingat, Nduk.. yang dibawa mati nanti bukanlah uang atau harta, melainkan 3 perkara, salah satunya yaitu Ilmu yang bermanfaat, ilmu yang kamu ajarkan pada satu orang lalu dari orang yang kamu ajarkan itu akan menyebar ke banyak orang, maka pahala yang mengalir padamu takkan pernah berhenti hingga kamu mati nanti..”

Mendengar jawaban Ayah seperti itu, dengan tak sadar aku menitikkan air mataku.. Betapa sabarnya Ayahku terhadapku, betapa inginnya ia memberiku yang terbaik.. Ya Allah, maafkan aku atas segala khilafku selama ini. Atas kedzalimanku pada Ayahku yang selalu menuntut dan membebaninya.. Ya Allah, mudahkanlah ia dalam mencari rizki-Mu, barakahkanlah rizki yang Kau beri padanya, bantulah aku melaksanakan amanahnya, dan sempatkanlah aku membahagiakannya sebelum engkau memisahkan kami.. Amiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar